Ketika Seorang Hamba Diuji Cobaan Beruntun


 Allah Turunkan Cobaan Bagi Hamba yang Dicintai-Nya. Inilah kalimat yang menguatkan hati seorang pendosa yang mencoba menganalisa apakah Allah SWT sedang menghukum kami dengan cobaannya. Namun melihat orang lain dengan cobaan yang lebih besar maka sepatutnya, kita masih lebih bersyukur.

Cobaan memang tidaklah menyenangkan. Cobaan pun datang dalam bentuk yang berbeda-beda, bisa dalam bentuk harta, fisik, kemiskinan, anak, pasangan hidup, bahkan hingga relasi kerja dan bisnis.

Hal yang paling berat bagi hamba saat diuji adalah rida terhadap cobaan tersebut.

Dalam perspektif tasawuf, musibah atau kekecewaan hidup adalah salah satu wujud “surat cinta” Tuhan kepada hamba-Nya. Mungkin Tuhan merindukan hamba-Nya, tetapi yang bersangkutan terkecoh dan tersesat dengan kesenangan duniawi.

Akhirnya, Tuhan mengutus musibah atau kekecewaan kepadanya dan ternyata ia secara efektif kembali kepada Tuhannya.

Seseorang yang hidup di dalam kemewahanan atau dalam kondisi berkecukupan sering kali lebih sulit untuk melakukan pendakian (taraqqi) kepada Tuhannya karena semua kebutuhannya terpenuhi.

Disaat hamba diuji dan beralih mengandalkan dirinya dan orang lain untuk mencarikan solusi maka hamba akan terbentur. Lalu seorang hamba akan merasa lemah dalam setiap usahanya. Dalam dirinya hanyalah tinggal ruh saja. Dia tidak dapat melihat, kecuali hanya takdir dan kekuasaan Allah SWT. Jadilah ia sebagai orang yang yakin dan mengesakan secara terpaksa, dan memutuskan bahwa pada hakikatnya tidak ada yang mengatur dan menggerakkan, kecuali hanya Allah SWT.

Tidak ada yang memberikan ketenangan dan menggerakkan, kecuali Allah SWT. Tiada kebaikan atau kejahatan, bahaya atau manfaat, pemberian atau tiadanya pemberian, terbuka atau terkunci, hidup atau mati, kemuliaan ataupun kehinaan, kecuali hanya di dalam kekuasan Allah swt.

Semoga cahaya Ilahi menerangi hati kosong kita.

Post a Comment

0 Comments