Disaat kita berada dalam lingkungan sosial, maka Agama akan menjadi identitas utama dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Agama telah mengatur semua sendi kehidupan bermasyarakat. Penganut setiap agama dituntut dengan aturan dan mengikatnya secara rutin. Hal ini yang membentuk pola pikir pemeluknya.
Hal ini adalah lumrah dan akan membentuk kelompok masyarakat yang kompleks yang lebih terkendali.
Namun dalam konsep hubungan Ketuhanan, akan sedikit membatasi dalam interaksi kerohaniawannya. Roh akan haus interaksi dengan Tuhannya, yang diharapkan akan hilang saat menjadi pemeluk salah satu agama tersebut. Namun hal itu tidaklah mudah terwujud begitu saja.
Pendekatan Agama di zaman modern ini tidaklah berbeda seperti lembaga organisasi yang melindungi anggotanya dalam kondisi apa pun. Lembaga organisasi ini telah diisi oleh para cendikia yang memiliki dimensi ruang dan waktu yang terbatas. Sehingga hidup dan mati pengkutnya melekat ke dalam cita-cita lembaga tersebut.
Namun, sekali lagi, rasa dahaga itu tidaklah hilang. Hanya sesaat saja.
Bahasa universal hati mulai tertutupi oleh ego para pemimpin Agama, dimana asas-asasnya telah disesuaikan dengan kepentingan terbatas. Sadar maupun tidak, aturan itu menjadi budaya dan dipertahankan dengan begitu teguh.
Komunikasi kepada Tuhan hanyalah dengan Bahasa Universal Hati. Tanpa itu, perbuatan kita hanyalah sia-sia. Tak ada komunikasi maka takkan ada interaksi. Namun, hal itu bukanlah berstatus salah, hanya saja manusia dalam kondisi kerugian dan bisa naik status celaka.
Bahasa universal hati mulai hilang dalam setiap agama karena dogma mulai merajalela. Dogma telah mengikat setiap pemeluk dengan tanpa izin untuk mempertanyakan atau bergeser ke arah lebih membebaskan akal dan hati untuk meningkatkan kapasitasnya dalam mengenal dirinya dan mengenal Tuhannya.
Aktifitas rutin ibadah agama seakan-akan hanya untuk menggugurkan kewajibannya dengan tanpa ada rasa puas yang menyertainya. Dan tentu saja tidak ada upgrade kapasitas dalam menyusun unsur Ketuhanan dalam dirinya. Cahaya menjadi unsur Ketuhanan utama dalam menjalankan agama apa pun.
Dibutuhkan campur tangan takdir untuk menggerakkan kesadaran level tinggi untuk mengerti akan tutur bahasa univeral hati sehingga kapan pun dan dimanapun kita bisa beribadah, berbincang hangat kepada Tuhan.
Ayo kita bergeser dari pemahaman Dogma dalam beragama. Tidak semua bisa kita pertanyakan namun setidaknya, kita mampu memberika rasa pada setiap unsur ibadah tersebut.
0 Comments